IJTIHAT
Ijtihad (Arab:
اجتهاد) adalah sebuah usaha
yang sungguh-sungguh, yang sebenarnya bisa dilaksanakan oleh siapa
saja yang sudah berusaha mencari ilmu untuk memutuskan suatu perkara
yang tidak dibahas dalam Al Quran maupun hadis dengan syarat
menggunakan akal sehat dan pertimbangan matang.
Namun pada perkembangan selanjutnya,
diputuskan bahwa ijtihad sebaiknya hanya dilakukan para ahli agama
Islam.
Tujuan ijtihad adalah untuk memenuhi
keperluan umat manusia akan pegangan hidup dalam beribadah
kepada Allah di suatu tempat tertentu atau pada suatu waktu
tertentu.
Fungsi Ijtihad
Meski Al Quran sudah
diturunkan secara sempurna dan lengkap, tidak berarti semua hal dalam
kehidupan manusia diatur secara detail oleh Al Quran maupun Al
Hadist. Selain itu ada perbedaan keadaan pada saat turunnya Al Quran
dengan kehidupan modern. Sehingga setiap saat masalah baru akan terus
berkembang dan diperlukan aturan-aturan turunan dalam melaksanakan
Ajaran Islam dalam kehidupan beragama sehari-hari.
Jika terjadi persoalan baru bagi kalangan umat Islam di suatu tempat tertentu atau di suatu masa waktu tertentu maka persoalan tersebut dikaji apakah perkara yang dipersoalkan itu sudah ada dan jelas ketentuannya dalam Al Quran atau Al Hadist. Sekiranya sudah ada maka persoalan tersebut harus mengikuti ketentuan yang ada sebagaimana disebutkan dalam Al Quran atau Al Hadits itu. Namun jika persoalan tersebut merupakan perkara yang tidak jelas atau tidak ada ketentuannya dalam Al Quran dan Al Hadist, pada saat itulah maka umat Islam memerlukan ketetapan Ijtihad. Tapi yang berhak membuat Ijtihad adalah mereka yang mengerti dan paham Al Quran dan Al Hadist. Jenis-jenis ijtihad
Ijma'
Ijma' artinya kesepakatan yakni
kesepakatan para ulama dalam menetapkan suatu hukum hukum dalam agama
berdasarkan Al-Qur'an dan Hadits dalam suatu perkara yang terjadi.
Adalah keputusan bersama yang dilakukan oleh para ulama dengan cara
ijtihad untuk kemudian dirundingkan dan disepakati. Hasil dari ijma
adalah fatwa, yaitu keputusan bersama para ulama dan ahli agama yang
berwenang untuk diikuti seluruh umat.
Ijma’
Ijma’ dalam pengertian bahasa
memiliki dua arti. Pertama, berupaya (tekad) terhadap sesuatu.
disebutkan أجمع فلان على الأمر
berarti berupaya di atasnya.[9]
Sebagaimana firman Allah Swt:
“Karena itu bulatkanlah keputusanmu
dan (kumpulkanlah) sekutu-sekutumu. (Qs.10:71)
Pengertian kedua, berarti kesepakatan.
Perbedaan arti yang pertama dengan yang kedua ini bahwa arti pertama
berlaku untuk satu orang dan arti kedua lebih dari satu orang.[10]
Ijma’ dalam istilah ahli ushul adalah
kesepakatan semua para mujtahid dari kaum muslimin dalam suatu masa
setelah wafat Rasul Saw atas hukum syara.[11]
Adapun rukun ijma’ dalam definisi di
atas adalah adanya kesepakatan para mujtahid kaum muslimin dalam
suatu masa atas hukum syara’ .
‘Kesepakatan’ itu dapat
dikelompokan menjadi empat hal:
1. Tidak cukup ijma’ dikeluarkan oleh
seorang mujtahid apabila keberadaanya hanya seorang (mujtahid) saja
di suatu masa. Karena ‘kesepakatan’ dilakukan lebih dari satu
orang, pendapatnya disepakati antara satu dengan yang lain.
2. Adanya kesepakatan sesama para
mujtahid atas hukum syara’ dalam suatu masalah, dengan melihat
negeri, jenis dan kelompok mereka. Andai yang disepakati atas hukum
syara’ hanya para mujtahid haramain, para mujtahid Irak saja, Hijaz
saja, mujtahid ahlu Sunnah, Mujtahid ahli Syiah, maka secara syara’
kesepakatan khusus ini tidak disebut Ijma’. Karena ijma’ tidak
terbentuk kecuali dengan kesepakatan umum dari seluruh mujtahid di
dunia Islam dalam suatu masa.
3. Hendaknya kesepakatan mereka dimulai
setiap pendapat salah seorang mereka dengan pendapat yang jelas
apakah dengan dalam bentuk perkataan, fatwa atau perbuatan.
4. Kesepakatan itu terwujudkan atas
hukum kepada semua para mujtahid. Jika sebagian besar mereka sepakat
maka tidak membatalkan kespekatan yang ‘banyak’ secara ijma’
sekalipun jumlah yang berbeda sedikit dan jumlah yang sepakat lebih
banyak maka tidak menjadikan kesepakatan yang banyak itu hujjah
syar’i yang pasti dan mengikat.[12]
Syarat Mujtahid
Mujtahid hendaknya sekurang-kurangnya
memiliki tiga syarat:
Syarat pertama, memiliki pengetahuan
sebagai berikut:
Pertama. Memiliki pengetahuan tentang
Al Qur’an.
Kedua, Memiliki pengetahuan tentang Sunnah.
Ketiga, Memiliki pengetahuan tentang masalah Ijma’ sebelumnya.
Kedua, Memiliki pengetahuan tentang Sunnah.
Ketiga, Memiliki pengetahuan tentang masalah Ijma’ sebelumnya.
Syarat kedua, memiliki pengetahuan
tentang ushul fikih.
Syarat ketiga, Menguasai ilmu
bahasa.[13]
Selain itu, al-Syatibi menambahkan
syarat selain yang disebut di atas, yaitu memiliki pengetahuan
tentang maqasid al-Syariah (tujuan syariat). Oleh karena itu seorang
mujtahid dituntut untuk memahami maqasid al-Syariah. Menurut Syatibi,
seseorang tidak dapat mencapai tingkatan mujtahid kecuali menguasai
dua hal: pertama, ia harus mampu memahami maqasid al-syariah secara
sempurna, kedua ia harus memiliki kemampuan menarik kandungan hukum
berdasarkan pengetahuan dan pemahamannya atas maqasid al-Syariah.[14]
Kehujjahan Ijma’
Apabila rukun ijma’ yang empat hal di
atas telah terpenuhi dengan menghitung seluruh permasalahan hukum
pasca kematian Nabi Saw dari seluruh mujtahid kaum muslimin walau
dengan perbedaan negeri, jenis dan kelompok mereka yang diketahui
hukumnya. Perihal ini, nampak setiap mujtahid mengemukakan pendapat
hukumnya dengan jelas baik dengan perkataan maupun perbuatan baik
secara kolompok maupun individu.
Selanjutnya mereka mensepakati masalah
hukum tersebut, kemudian hukum itu disepakati menjadi aturan syar’i
yang wajib diikuti dan tidak mungkin menghindarinya. Lebih lanjut,
para mujtahid tidak boleh menjadikan hukum masalah ini (yang sudah
disepakati) garapan ijtihad, karena hukumnya sudah ditetapkan secara
ijma’ dengan hukum syar’i yang qath’i dan tidak dapat dihapus
(dinasakh).[15]
Qiyâs
Qiyas artinya menggabungkan atau
menyamakan artinya menetapkan suatu hukum suatu perkara yang baru
yang belum ada pada masa sebelumnya namun memiliki kesamaan dalah
sebab, manfaat, bahaya dan berbagai aspek dengan perkara terdahulu
sehingga dihukumi sama. Dalam Islam, Ijma dan Qiyas sifatnya darurat,
bila memang terdapat hal hal yang ternyata belum ditetapkan pada
masa-masa sebelumnya
- Beberapa definisi qiyâs (analogi)
- Menyimpulkan hukum dari yang asal menuju kepada cabangnya, berdasarkan titik persamaan di antara keduanya.
- Membuktikan hukum definitif untuk yang definitif lainnya, melalui suatu persamaan di antaranya.
- Tindakan menganalogikan hukum yang sudah ada penjelasan di dalam [Al-Qur'an] atau [Hadis] dengan kasus baru yang memiliki persamaan sebab (iladh).
Istihsân
- Beberapa definisi Istihsân
- Fatwa yang dikeluarkan oleh seorang fâqih (ahli fikih), hanya karena dia merasa hal itu adalah benar.
- Argumentasi dalam pikiran seorang fâqih tanpa bisa diekspresikan secara lisan olehnya
- Mengganti argumen dengan fakta yang dapat diterima, untuk maslahat orang banyak.
- Tindakan memutuskan suatu perkara untuk mencegah kemudharatan.
- Tindakan menganalogikan suatu perkara di masyarakat terhadap perkara yang ada sebelumnya...
Maslahah murshalah
Adalah tindakan memutuskan masalah yang
tidak ada naskhnya
dengan pertimbangan kepentingan hidup manusia berdasarkan prinsip
menarik manfaat dan menghindari kemudharatan.
Sududz Dzariah
Adalah tindakan memutuskan suatu yang
mubah menjadi makruh atau haram demi kepentinagn umat.
Istishab
Adalah tindakan menetapkan berlakunya
suatu ketetapan sampai ada alasan yang bisa mengubahnya,
Urf
Adalah tindakan menentukan masih
bolehnya suatu adat-istiadat dan kebiasaan masyarakat setempat selama
kegiatan tersebut tidak bertentangan dengan aturan-aturan prinsipal
dalam Alquran dan Hadis.
Sands Casino Review - Vegas Slots
ReplyDeleteSands casino is a very attractive place to play, and 샌즈카지노 one of the few casinos that หาเงินออนไลน์ we've ever visited in Nevada is Sands Casino. kadangpintar It is owned and